Senin, 19 Maret 2012

Hukum Perjanjian – Aspek Hukum dalam Ekonomi

Pengertian Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

  1. Perbuatan

    Penggunaan kata "Perbuatan" pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.

  2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih

    Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

  3. Mengikatkan dirinya

    Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.


 

Adapun menurut pendapat lain mengenai perjanjian, yaitu sebagai berikut:

  • Menurut Rutten

    Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.

  • Menurut adat

    Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).


 

  1. Standar Kontrak
    1. Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus sperti penjelasan dibawah ini:
      1. Kontrak standar umum artinya, kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur
      2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah
    2. Menurut Remi Syahdeini, menyatakan bahwa keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.

    Suatu kontrak harus berisi:

    1. Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak
    2. Subjek dan jangka waktu kontrak
    3. Lingkup kontrak
    4. Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
    5. Kewajiban dan tanggung jawab
    6. Pembatalan kontrak


 

  1. Macam-macam Perjanjian

Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:

  1. Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
    1. Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
    2. Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
  2. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
    1. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
    2. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
  3. Perjanjian konsensuil, formal dan riil
    1. Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
    2. Perjanjian formal ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
    3. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
  4. Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran
    1. Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
    2. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
    3. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.


 

  1. Syarat Sah Perjanjian

    Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu :

    1. Syarat Subyektif
      1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

        Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.

      2. Cakap untuk membuat perikatan

        Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

    2. Syarat Obyektif
      1. Mengenai suatu hal tertentu

        Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.

      2. Suatu sebab atau causa yang halal

        Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.


 

  1. Saat Lahirnya Perjanjian

    Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :

    1. Kesempatan penarikan kembali penawaran
    2. Penentuan resiko
    3. Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
    4. Menentukan tempat terjadinya perjanjian

    Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

    Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

    Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu :

    1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
      Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
    2. Teori Pengiriman (Verzending Theori)
      Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
    3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
      Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
    4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie)
      Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.


 

  1. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
  • Pembatalan Suatu Perjanjian

    Menurut menurut 1381 KUHPerdata batalnya suatu perjanjian disebabkan oleh :

  1. Karena pembayaran
  2. Karena penawaran pembayaran
  3. Karena pembaharuan utang/novatie
  4. Karena perjumpaan utang/kompensasi
  5. Karena percampuran utang
  6. Karena musnahnya obyek
  7. Karena pembebasan utang
  8. Karena batal demi hukum atau dibatalkan
  9. Karena berlakunya syarat batal
  10. Karena daluarsa yang membebaskan.
  • Pelaksanaan Suatu Perjanjian

    Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.


 


 


 

Nama        : Muthia Nurul Karina

Kelas        : 2EB22

NPM        : 24210875

Judul Tugas    : Hukum Perjanjian


 


 


 


 

Referensi :

http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19365/Hukum+Perjanjian.pdf

http://staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/FE-HUKUMPERJANJANJIAN.ppt

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perjanjian-16/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pembatalan-dan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/saat-lahirnya-perjanjian-2/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/macam-macam-perjanjian/

Contoh Hukum Perdata – Aspek Hukum dalan Ekonomi

Dalam tulisan kali ini, akan membahas hukum perdata. Hukum perdata sering sekali dibicarakan dalam publik, tapi pada prakteknya hanya sebagian dari kita yang mengerti benar apa itu hukum perdata dan apa itu hukum publik. Apa itu hukum perdata? Pada tulisan sebelumnya mungkin sudah di tulis dengan jelas apa itu hukum perdata, namun kali ini akan saya ulas balik tentang apa itu hukum perdata:


"Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini."

adapun beberapa contoh kasus hukum perdata, yaitu:

  1. Dalam suatu rumah tangga yang sedang bermasalah dan tidak ada solusinya lagi maka jalan yang di ambil adalah perceraian. Suatu perceraian tentu saja yang mungkin menjadi salah satu jalan akhir. Perceraian tentu saja adalah larangan bagi semua agama, dan di Indonesia sebuah kasus perceraian masuk dalam kategori hukum perdata.
  2. Seorang ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya akan menuliskan sebuah surat wasiat. Namun, ketika ia meninggal terjadi selisih paham antara anak-anaknya. Kemudian apabila salah satu dari anak tersebut melaporkan kepada pihak yang berwenang maka kasus tersebut termasuk dalam kasus perdata.
  3. Dalam suatu gossip yang beredar dari salah satu jejaring sosial ataupun media cetak, sesorang diberitakan melakukan hal-hal yang tidak pantas. Jika seseorang tersebut merasa tersinggung dan melaporkan ke pihak yang berwajib dengan membawa bukti-bukti gossip yang beredar maka kasus tersebut kan menjadi kasus pencemaran nama baik karena gossip tersebut tidak benar. Dan kasus pencemaran nama baik termasuk ke dalam kasus hukum perdata.


    Dari ketiga contoh diatas merupakan contoh kasus yang sangat berberda makna, dan alasan apa yang terjadi. Dan tentunya masih banyak lagi contoh kasus perdata. Kasus-kasus perdata nampak seperti kasus pidana secara halus. Hukum perdata lebih mementingkan hak-hak dan kepentingan individual, berbeda dengan kasus pidana yang mencakup keseluruhan sebuah kasus dan mendetail.






Judul Tugas    : Contoh Kasus Perdata (Tulisan)

Mata Kuliah: Aspek Hukum dalam Ekonomi





Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata

http://carapedia.com/kasus_perdata_info684.html
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNfDiBNo0p7exo9H881EnNCswRgxFeu4HdNavyk1gHJfcQmng-Z-aPcKZ_6W2WR3_KaVDq7mdQi4QiPQM81ofzNtLMMvdc0T0PgK_GSV4QIepoAhTpa76M4tYdbpGfAT3H33RXliWpGE8/s1600/hukum.jpg


 

Jumat, 16 Maret 2012

Hukum Perdata – Aspek Hukum dalam Ekonomi

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Namun, dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

  1. Hukum Perdata di Indonesia

    Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.

    Hukum perdata di Indonesia masih bersifat Pluralisme oleh karena adanya beraneka ragam adat oleh karena Indonesia terdiri dari banyak suku. Disamping itu penemuan hasil peninggalan Hindia Belanda yaitu pasal 163 I.S yang membagi golongan penduduk yaitu:

    1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
    2. Golongan Indonesia Asli (Bumi Putera) yang dipersamakan
    3. Golongan Timur Asing (India, Cina, Arab)

Dan pasal 131 I.S yang membedakan berlakunya hukum bagi golongan-golongan tersebut.

  • Indonesia Asli berlaku Hukum Adat
  • Golongan Eropa berlaku Hukum Perdata (BW) dan Hukum Dagang (WVK)
  • Golongan Timur Asing berlaku hukum masing-masing dengan catatan Timur Asing dan Bumi Putera boleh tunduk pada Hukum Eropa Barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam tindakan Hukum Perdata.
  1. Sejarah Singkat Hukum Perdata

    Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

    Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

  1. Pengertian dan Keadaan Hukum Pertada di Indonesia
  • Pengertian Hukum Perdata di Indonesia

    Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum Privat Materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.

    Untuk Hukum Privat materiil ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata Saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata materiil).

    Pengertian Hukum Privat (Hukum Perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.

    Selain ada Hukum Privat materil, ada juga Hukum Perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

    Dalam pengertian sempit terkadang Hukum Perdata digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

  • Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

    Mengenai Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih bersifat beraneka ragam. Penyebab keaneka ragaman ini terjadi dikarenakan 2 faktor, yaitu:

    • Faktor Ethnis disebabkan karena keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara Indonesia terdiri dari berbagai suku.
    • Faktor Hostia Yuridis disebabkan oleh pasal 163 I.S yang menyebabkan penduduk Indonesia dibagi menjadi tiga golongan.

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.

  1. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

    Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dibagi menjadi 2 pendapat yaitu:

  • Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
    • Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
    • Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
    • Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
    • Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
  • Menurut Ilmu Hukum/Doktrin dibagi menjadi empat bagian:
    • Hukum Tentang Diri Seseorang (Pribadi); mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri.
    • Hukum Kekeluargaan; mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua dengan anak, perwalian dan lain-lain.
    • Hukum Kekayaan; mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang antara lain :
      • hak seseorang pengarang atau karangannya
      • hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak.
    • Hukum Warisan; mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.




Nama        : Muthia Nurul Karina

NPM        : 24210875

Kelas        : 2EB22

Judul Tugas    : Hukum Perdata




Referensi

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab2-hukum_perdata.pdf

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/sejarah-dan-penjelasan-mengenai-hukum-perdata/


 

Lemahnya Makna Hukum – Aspek Hukum dalam Ekonomi

Seperti layaknya cerita di negeri dongeng ataupun bacaan pengantar tidur, aturan yang berlaku di Indonesia seperti hanya sekedar 'numpang' lewat. Faktanya, hukum atau aturan-aturan di Indonesia semakin di langgar semakin menarik, bahkan semasa sekolah di bangku SMA dulu saya berpendapat bahwa aturan dibuat untuk dilanggar. Karena di zaman sekarang ini ketika seseorang sudah berkuasa aturan-aturan atau hukum semakin tidak berlaku bagi penguasa tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi dalam diskusi "Tahun Penuh Dusta, Masihkah Asa Tersisa" di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (19/12) yang menyatakan "Ada hukum tapi tidak ada keadilan. Banyak sarjana hukum masuk hukuman". Muzadi mengatakan, sarjana hukum mestinya menegakkan hukum. "Tapi karena fakultas keadilan tidak ada maka hukum jauh dari keadilan," tukasnya memberi ilustrasi.

Beberapa pernyataan tersebut semakin menunjukkan bahwa aturan-aturan atau hukum memang di buat untuk dilanggar, bukankah sangat lucu bila seseorang yang sudah mempelajari ilmu hukum berujung pada melanggar hukum.

Bahkan, lanjut Hasyim, lulusan fakultas hukum saat ini diberi dua pilihan saja. "Mau menegakan hukum atau jual beli hukum. Ataukah dia sendiri masuk hukuman," ujarnya.

Namun bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah. Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah, dapat berefek pada pengambilan jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan masing-masing. Masyarakat yang tidak mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran terhadap hukum. Sudah sewajarnya bagi setiap individu untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur hukum atau elemen lain yang concern pada supremasi hukum sudah seharusnya memberikan kesadaran hukum bagi setiap individu.

Kedua adalah ketaatan terhada hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga ia menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga menjadi suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.

Ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hukum baik dengan sengaja ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Dan keempat adalah faktor aparatur hukum. Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas dari jeratan hukum berpotensi untuk oleh orang lain melakukan hal yang sama.

Adanya mafia peradilan, telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan hukum di negeri kita. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi hukum, justru melakukan pelanggaran hukum. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis terhadap penegakan hukum.


 


 


 


 

Judul Tugas    : Tulisan – Lemahnya Makna Hukum


 

Referensi:

http://www.pdk.or.id/2011/12/20/sketsa-ketimpangan-indonesia-kian-terlihat/

http://www.lbhaceh.org/Umum/eig.html

Subjek Hukum dan Objek Hukum – Aspek Hukum dalam Ekonomi

  • Subjek Hukum

    Subjek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum atau segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Subjek hukum mempunyai hak yang sama, dan mempunyai kewajibannya masing-masing. Dan ada wewenangnya sendiri-sendiri. Wewenang itu ada dua, yaitu 1. Wewenang memiliki hak (rechtsbevoegdheid), dan 2. Wewenang menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Subjek hukum pada dasarnya di bagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:

  1. Manusia

    Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subjek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subjek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subjek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya, tetapi menurut Pasal 2 KUHPerdata apabila bayi tersebut dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum. Dan ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subjek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain, seperti:

    1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah
    2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.

      Namun adapun pengertian manusia sebagai subjek hukum secara yuridisnya mempunyai dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:

    1. Manusia mempunyai hak-hak subyektif
    2. Mempunyai kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
  2. Badan Usaha

    Badan Hukum (recht persoon) adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Atau secara lengkap dapat dikatakan Badan Hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.

    Badan hukum hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum. Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum, dengan cara:

  • Didirikan dengan akta notaris
  • Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat
  • Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada menteri kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun, pengesahan anggaran dasarnya dilakukan oleh menteri keuangan
  • Diumumkan dalam berita Negara RI
  • Pendiri ambil bagian dalam saham

Badan hukum terbagi atas 2 macam yaitu :

  1. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
    Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
  2. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
    Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
  • Objek Hukum

    Obyek Hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas. Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum.

    Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni Benda yang Bersifat
    Kebendaan (Materiekegoderen), dan Benda yang Bersifat tidak Kebendaan (Immateriekegoderan). Penjelasannya adalah:

  1. Benda yang Bersifat Kebendaan (Materiekegoderen)

    Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah atau berwujud. Yang meliputi :

    1. Benda Bergerak

      Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri ataupun dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

      1. Benda Bergerak karena Sifatnya, contoh: Peralatan Rumah Tangga, Mobil, Motor, dsb.
      2. Benda Bergerak karena Ketentuan UU, yaitu benda tidak berwujud, yang menurut UU dimasukkan ke dalam kategori benda bergerak. Contoh: Saham, Obligasi, Cek, Tagihan-tagihan, dsb.
    2. Benda tidak Bergerak

      Benda tidak bergerak adalah penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama. Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

      1. Benda tidak Bergerak karena Sifatnya, yaitu benda yang tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal
      2. Benda tidak Bergerak karena Tujuannya, yaitu benda yang mempunyai tujuan pemakaian sebagai segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama. Contoh: Mesin-mesin dalam pabrik
      3. Benda tidak Bergerak karena Ketentuan UU, benda yang berwujud hak-hak atas benda yang tidak bergerak, misalnya memungut hasil atas benda tidak bergerak, hak pakai atas benda bergerak dan hipotik.
  2. Benda yang Bersifat tidak Kebendaan (Immateriekegoderan)

    Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan. Contoh: Merk perusahaan, Paten, dan Ciptaan musik atau lagu.

    Pentingnya perbedaan benda karena:

  1. Pemilikan

    Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.

    1. Penyerahan

      Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.

    2. Daluwarsa

      Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

    3. Pembebanan

      Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

  • Perbedaan Subjek Hukum dan Objek Hukum

    Yaitu pendukung hak dan kewajiban yang terjadi pada subjek hukum terjadi dari manusia (persoon) dan badan hukum (Rechtspersoon). Sedangkan objek hukum, segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek hukum dari suatu hubungan hukum.



Nama        : Muthia Nurul Karina

NPM        : 24210875

Kelas        : 2EB22

Judul Tugas    : Subjek dan Objek Benda



Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum

http://handayani.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29657/SLIDE+Subyek+Hukum.doc

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/subjek-dan-objek-hukum-12/



 

Kamis, 15 Maret 2012

Hukum dan Hukum Ekonomi – Aspek Hukum dalam Ekonomi

  1. Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi

    Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana,hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Secara sederhana Hukum adalah Himpunan peraturan-peraturan yang mengurus tata tertib masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat.

    Dan Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."

    Dari kedua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keduanya berperan dalam bidang yang berbeda, namun biar kedua kata tersebut di gabungkan maka kedua kata tersebut dapat menjadi satu kesatuan yaitu Hukum Ekonomi. Dan pengertian Hukum Ekonomi itu sendiri adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

  2. Tujuan dan Sumber Hukum
  • Tujuan Hukum

Dalam pergaulan sesama masyarakat tentunya akan selalu ada batasan-batasan tertentu, oleh karena itu maka suatu hukum harus di tegakkan dan di junjung tinggi. Oleh karena itu, adapun tujuan hukum itu sendiri yaitu menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

Namun adapun pendapat berbagai alih mengenai tujuan dari hukum itu sendiri. Beberapa di bawah ini merupakan jabaran dari tujuan hukum dari beberapa ahli:

  1. Menurut Prof. Subekti, SH.

    Tujuan hukum menurut Prof. Subekti, SH. Dalam buku "Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan"
    di katakan bahwa: Hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan "keadilan" tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tu ntutan "ketertiban" atau "kepastian hukum".

  2. Menurut Prof. Mr. DR. LJ. Van Apeldoorn

    Prof. Van Apeldoorn dalam bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht" mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.

  3. Menurut Geny

    Dalam "Science et technique en droit prive positif," Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkan "kepentingan daya guna dan kemanfaatan"

  • Sumber Hukum

Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar akan ada sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat ditinjau dari segi material dan segi formal, yaitu :

  1. Sumber-sumber hukum material, yang dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan lain sebagainya.
  2. Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:
    1. Undang-undang (Statute), ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
    2. Kebiasaan (Costum), ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
    3. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie), ialah keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.
    4. Traktat (Treaty), ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
    5. Pendapat Sarjan Hukum (Doktrin), pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.

  1. Kodifikasi Hukum

    Kodikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undnag-undang secara sistematis dan lengkap. Yang dimaksud dengan kodifikasi hukum adlah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Perancis).

    Menurut bentuknya, hukum dapat dibedakan antara:

    1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
    2. Hukum Tak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan)


       

      Tujuan Kodifikasi pada Hukum Tertulis:

    3. Untuk memperoleh kepastian hukum
    4. Untuk memperoleh penyederhanaan hukum
    5. Untuk memperoleh kesatuan hukum

      Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:

    6. Jenis-jenis hukum tertentu (misalkan; Hukum Perdata)
    7. Sistematis
    8. Lengkap


 


 


 

Nama : Muthia Nurul Karina

NPM : 24210875

Kelas : 2EB22

Judul Tugas : Hukum dan Hukum Ekonomi


 


 

Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi

http://organisasi.org/pengertian_arti_definisi_hukum_ekonomi_disertai_contoh_pelajaran_pendidikan_ilmu_ekonomi_dasar_belajar_dari_mudah_internet

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum-4/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/kodifikasi-hukum-8/