Selasa, 27 Desember 2011

Cerpen; Sapuan Sapaan Senja

"Opie…! Cepet sapuin halaman tuh! Kotor banget, dari kemarin belum di sapu. Malu mama punya anak gadis males kayak gitu!" perintah mama. Aku yang lagi asyik baca novel segera beranjak dari kasur. Tapi bukan karena ingin segera membersihkan halaman. Tapi hanya untuk merubah posisi baca, dari tiduran menjadi duduk. Gubrakk!!

    "Tunggu sebentar ya, ma! Lagi nanggung. Udah mau selesai kok, tinggal 20 halaman lagi. Nggak enak kalau ditunda." Jawabku ringan, tanpa dosa.

    "Anakku sayang, cantik, pinter, manis, rajin! Nanti kalau nungguin selesai baca, yaa kelamaan dong! Nanti kesorean, nak. Udah bacanya dilanjutin nanti. Paling nyapunya cuma 5 menit."

    "Yaudah iyaa..! tapi opie mandi dulu ya, ma? Nanti kalau pas nyapu, tiba-tiba ada cowok ganteng lewat, terus opienya kelihatan kucel, kan jadi enggak oke! Ntar enggak dilirik, malah disangka pembantu lagi !" jelas opie panjang lebar, sembari melangkah ke kamar mandi. Tapi sebelumnya, langkahku terhentikan oleh suara nyaring yang terdengar tidak asing.

    " OPIE..!!" teriak mama.

    "Cepet, nanti kesorean. Sekarang aja udah jam 5 lewat. Kamu kan kalau mandi lama. Setengah jam baru keluar. Nanti kalau udah maghrib, akhirnya kan enggak jadi nyapu. Kamu ini kebanyakan alasan." Omel mama.

    Aku pun menyerah. Dan segera beranjak melaksanakan perintah sang mama. Menyapu halaman. Yang ternyata memang amat sangat kotor. Daun-daun mati yang berjatuhan segera ku giring ke tempat peristirahatan yang terakhir. Tong sampah.

    "Pie, rajin banget nieh !"

    Akh… suara siapakah ini? Alunan kata yang tertata, lembut, ramah, sangat bersahabat, tetapi tetap berwibawa. Dan pastinya menggoda wajah tuk menoleh ke arah sumber suara tersebut (terdengar sangat berlebihan memang). ternyata benar kata orang, bahwa ucapan adalah doa. Subhanallah. Kau menciptakan makhluk yang sedemikian tampan.

    "Ekh.. Mas Adit. Iya nieh, abis halamannya kotor banget. Jadi enggak betah ngeliatnya."jawabku sumringah. Nampaknya kebohongan telah dimulai. Mas Adit adalah tetangga depan rumahku. Sangat jarang aku bisa melihatnya. Dia begitu sibuk dengan kuliahnya. Dan hal yang sangat membahagiakan adalah dia sangat tampan dan sungguh mempesona. Tapi tunggu! Bagaimana dengan diriku? Pasti nampak lusuh. Bagaimana dengan rambutku? Apakah berantakan? Lalu bagaimana dengan gigiku? Apakah ada benda asing yang menempel? Arghh…bagaimana ini? harusnya aku menuruti kata hatiku untuk mandi sebelumnya.

    "Duh.. T.O.P banget sih. Udah cantik, rajin lagi !" puji mas Adit dengan senyum manisnya. Tubuhku mulai terasa terangkat dari tanah. Melayang. Oh .. Tuhan! Apakah benar aku terlihat cantik? Walaupun ia berbohong. Tak apalah. Paling tidak ucapannya tadi, membuat hati terasa sangaaat sejuk. Tidak terasa kami mengobrol cukup lama. Aku yang terpaksa memutus pembicaraan karena hari sudah mulai gelap.

    "Kok nyapunya lama? Keliatan heppi banget, ada apa sih?" tanya mama penasaran. "Emang lama ya? Abis halamannya kotor banget sih, jadi lama. Besok kalau mama butuh bantuan nyapu halaman lagi. Jangan sungkan buat nyuruh opie. Oke?" jawabku dengan penuh semangat. Mama hanya terdiam heran tanda tak mengerti.

Keesokan harinya.

    "Lho? Katanya mau pulang sore? Bukannya ada kerja kelompok?" tanya mama heran. "Enggak jadi belajar kelompoknya. Nanti kalau aku pulang sore, yang bantuin mama nyapu halaman siapa? Kan kasian mama, cape."

    Jam baru saja menunjukkan angka 3.00 sore. Akh… kenapa rasanya lama sekali. Nampaknya daritadi jarum jam ogah untuk berputar. Tidak sabar rasanya diri ini menggu senja tiba. Sebaiknya aku mandi dulu.

    Akhirnya. Tiba juga waktunya.

    "Opie nyapu halaman dulu ya, ma!"

    "Kok tumben? Belum disuruh udah inisiatif sendiri. Mana wangi banget lagi."

    "Iya, pengen menyambut sapaan senja."

    Srek… Srek… Srek…

Suara sapu ijuk terdengar jelas sedang berayun. Tapi bukan suara itu yang aku tunggu. Mana suara sapaan hangat itu? Lalu tiba-tiba…

"Nyapu, neng? Rajinnya."

Tanpa pikir panjang aku pun segera menoleh ke arahnya. Iiyy.. siapa dia? Supir angkot? Oh.. tuhan! Bukan dia! Bukan suara itu yang ku maksud. Kemana suara pangeran tampanku? Aku ingin suara Mas Adit, Tuhan. Mas adit tetangga depan rumahku. Komentarku dalam hati untuk memperjelas doaku pada Tuhan. Aku pun tak ingin berada lama-lama di luar. Takut ada supir angkot yang berulah lagi. Tapi saat aku ingin membuang rombongan sampah dan daun kering ke tempat sampah. Seseorang menghampiriku. Diam tanpa kata. Hanya menatapku tajam. Lalu aku pun tersadar bahwa ia tidak mengenakan pakaian.

"Mammaaaaa… ADA ORANG GILAA!" teriakku panik, sambil bergegas masuk ke dalam rumah.

-TAMAT-



Karangan : Novia Nurwidhiana

Cerita ini di ambil dari teman semasa sekolah yang ingin menyalurkan bakatnya :D


 


 

Nama : Muthia Nurul Karina

NPM : 24210875

Kelas : 2EB22    

Judul Tugas: Cerpen; Sapuan Sapaan Senja – Tugas Umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar